KONSEP TEATER MODERN
SENI PERAN
DALAM TEATER MODERN
A. TOKOH DAN PENOKOHAN
Teater
adalah seni pementasan yang dimainkan di atas pentas dan disaksikan oleh
penonton.
Teater
selalu bersinggungan dengan drama, sandiwara dan tonil.
Tonil
berasal dari bahasa Belanda het toonel,
yang berarti ‘sebuah bentuk teater tempat orang bermain dan berperan yang
ditampilkan atau dipamerkan di depan publik’
Jenis teater :
1. Teater
Boneka
Teater
boneka sudah ada sejak zaman India kuno, Mesir kuno dan Yunani kuno. Boneka
sering digunakan untuk menceritakan legenda atau kisah kisah religious. Ada
banyak jenis boneka yang dimainkan dengan cara yang berbeda,
Contoh :
a. Boneka
tangan : dimainkan dengan cara dipakai di tangan
b. Boneka
tongkat : dimainkan dengan digerakkan menggunakan tongkat sebagai pegangan
pemain yang dipegang dari bawah
c. Boneka tali
atau marionette : dimainkan dengan cara menggerakkan kayu silang tempat tali
boneka diikatkan
2. Drama
Musikal
Pertunjukan
teater yang menggabungkan seni menyanyi, menari, dan acting, mengdepankan unsur
music, nyanyian dan gerak daripada dialog para pemainnya.
Kabaret,
operet, dan opera termasuk dalam drama musical.
Dalam opera,
dialog para tokoh dinyanyikan dengan iringan music orchestra dan lagu yang
dinyanyikan disebut seriosa.
Teater
tradisional nusantara juga ada drama musical yang disebut Langendriyan
(Surakarta) dan Langen Mandrawanara (Yogyakarta)
3. Teater Gerak
Teater gerak
adalah pertunjukan teater yang unsur utamanya gerak dan ekspresi wajah pemainnya.
Penggunaan
dialog dibatasi atau bahkan dihilangkan seperti dalam pertunjukan pantomime
klasik.
Teater gerak
terkenal pada masa commedia del’arte
di Italia.
Kekebesan
ekspresi gerak inilah gagasan mementaskan pertunjukan berbasis gerak secara
mandiri muncul.
4. Teater
Dramatik
Dramatic
adalah istilah yang digunakan untuk menyebut pertunjukan teater yang berdasar
pada dramatika lakon yang dipentaskan.
Teater
dramatic sangat memperhatikan perubahan karakter secara psikologis
Teater
dramatic memiliki alur plot yang ketat
Teater
dramatic mencoba menyajikan cerita seperti halnya kejadian nyata.
5. Teatrikalisasi
Puisi
Teatrikalisasi
Puisi adalah pertunjukan teater yang dibuat berdasarkan karya sastra puisi.
Karya puisi diperankan di atas pentas dan meng depankan estetika puitis di atas
pentas.
Pementasan
teater menampilkan lakon (drama) atau cerita. Kemudian muncul istilah dramaturgi yang merupakan bagian penting
dari seni teater. Dramaturgi berasal
dari bahasa inggris dramaturgy yang
berarti seni atau ‘teknik penulisan drama yang disajikan dalam bentuk teater’. Dramaturgi membahas proses penciptaan
teater mulai dari penulisan naskah lakon hingga pementasannya..
Dalam proses
penciptaan teater ada 4 unsur penting di dalamnya yaitu :
a. Lakon atau
cerita yang ditampilkan, dapat berwujud naskah, scenario tertulis atau scenario
tidak tertulis/lisan (dalam teater kerakyatan).
b. Pemain,
yaitu orang yang membawakan lakon.
c. Sutradara
sebagai penata pementasan di panggung
d. Penonton,
yaitu sekelompok orang yang menyerahkan sebagian dari waktunya untuk menjadi
bagian dari tokoh yang tampil dalam suatu lakon dan menikmatinya.
Sutradara atau pembuat film adalah orang yang bertugas
mengarahkan sebuah film sesuai dengan manuskrip. Manuskrip scenario digunakan
untuk mengontrol aspek aspek seni dan drama. Seorang sutradara juga berperan
dalam membimbing kru teknisi dan para pemeran film dalam merealisasikan
kreativitasnya.
Dalam Lakon, akan dijumpai dua hal
yang sangat penting yaitu peran dan konflik. Peristiwa atau kejadian yang
dibuat oleh penulis dalam naskah teater mendasari terjadinya suatu lakon yang
didalamnya terdapat dua hal tersebut.
Gagasan
utama atau pesan lakon yang ingin disampaikan penulis naskah umumnya tersaji
dalam rangkaian konflik.
Jalinan
cerita menuju konflik dan cara penyelesaiannya yang menjadikan lakon menarik
yang sekaligus menjadi isi lakon.
Konflik
menjadikan lakon menarik bila individu individu yang memerankan tokoh dalam
cerita tersebut mampu menerjemahkan dalam peran yang mereka bawakan. Bila para
tokoh gagal melakonkannya dengan baik, konflik akan terlihat tidak menarik.
Hidup dan matinya cerita, menarik atau monotonnya konflik, bergantung pada
tokoh tokoh yang ada dalam lakon tersebut.
Tokoh adalah
sang pelaku cerita
Tokoh adalah
individu yang mengalami peristiwa atau pelaku cerita,
Penokohan
adalah penciptaan karakter antartokoh.
Penokohan
atau perwatakan dalam sebuah lakon memegang peranan yang sangat penting. Tanpa
perwatakan, tidak akan ada cerita dari plot.
B. KARAKTER
Karakter
adalah jenis peran yang akan dimainkan. Karakter diciptakan oleh penulis lakon
berdasarkan perkembangan tertentu.
Penulis
lakon memiliki dunia sendiri,yaitu dunia fiktif sehingga ketika mencipta sebuah
karakter ia bebas menentukan perkembangan karakter.
Karakter
berbeda dengan penokohan. Penokohan adalah proses kerja untuk memainkan peran
yang ada dalam naskah lakon.
1. Jenis
Karakter
a.
Flat Character
Flat
character atau karakter datar adalah jenis karakter tokoh yang ditulis oleh
penulis lakon secara datar dan biasanya bersifat hitam putih.
Flat
character biasanya ada pada karakter tokoh yang tidak terlalu penting atau
karakter tokoh pembantu tetapi diperlukan dalam sebuah lakon.
b.
Round Character
Round
character adalah jenis karakter tokoh yang ditulis oleh penulis secara
sempurna.
Round
character adalah karakter tokoh dalam lakon yang mengalami perubahan dan
perkembangan, baik secara kepribadian maupun status sosialnya.
c.
Teatrikal
Teatrikal
adalah jenis karakter tokoh yang tidak wajar, unik, dan lebih bersifat
simbolis. Karakter ini hanya symbol dari psikologi masyarakat, suasana dan
keadaan zaman yang tidak bersifat manusiawi tetapi dilakukan oleh manusia.
d.
Karikatural
Karikatural
adalah karakter tokoh yang tidak wajar, satiris, dan cenderung menyindir.
Karakter ini
sengaja diciptakan oleh penulis lakon sebagai penyeimbang antara kesedihan dan
kelucuan, serta antara ketegangan dan keriangan suasana. Sifat karikatural
dapat berupa dialog dialog yang diucapkan oleh karakter tokoh, atau berupa
tingkah laku, bahkan perpaduan antara ucapan dan tingkah laku.
2. Dimensi
Karakter
Karakter
memiliki dimensi dimensi yang khas dalam penciptaannya. Ada tida dimensi yang
menyertai karakter tokoh yaitu :
a. Dimensi
Fisiologis
Dimensi
fisiologis adalah dimensi karakter berdasarkan ciri ciri badaniah seorang
tokoh, serti usia, jenis kelamin, keadaan fisik dan ciri ciri muka.
Contoh :
tokoh kakek, diberi karakter penyayang, bijaksana, kuno.
Tokoh tampan, diberi karakter baik,perkasa
dan pelindung.
b. Dimensi
Sosiologis
Dimensi
sosiologis adalah dimensi karakter berdasarkan lata belakang social
kemasyarakatan yang meliputi status social, pekerjaan, jabatan, pendidikan,
pandangan hidup,ideology, agama, aktivitas social, organisasi, hobby, suku,
ras, dan keturunan.
Contoh :
tokoh kaya, diberi karakter sombong, semena mena atau kikir.
c. Dimensi
Psikologis
Dimensi
psikologis adlah dimensi karakter berdasarkan latar belakang kejiwaan yang
dimiliki oleh seorang tokoh, seperti tentang mentalitas, temperamen, kecerdasan
intelektual, dan kecerdasan emosional.
Contoh :
tokoh yang menderita, karakter nya pemurung, curiga atau pendendam.
Sebuah lakon tertulis merupakan suatu jenis karya
sastra yang terdiri atas dialog antar pelakon dan lata belakang kejadian. Lakon
tidak tertulis biasanya diambil dari cerita yang sudah umum diketahui dan hanya
menjabarkan secara umum jalan cerita dan karkater karakter dalam cerita
tersebut. Contoh karya lakon tertulis yang terkenal romeo and Juliet karya
William Shakespeare.
C. KONSEP DAN TEKNIK SENI PERAN
Posisi kunci
dalam pementasan adalah pemain teater. Teater menggunakan media manusia sebagai
alat utama pernyataan dirinya.
Para pemain
teater meminjamkan tubuh dan suaranya kepada tokoh yang diperankannya sehingga
tokoh itu hidup, bernapas, bergerak,dan berbicara untuk menyampaikan sepotong
kehidupan artistic seperti yang dimaksud oleh penulis naskah.
Pemain
teater juga merupakan sebuah seni, setiap karya seni memiliki tiga tuntutan
yaitu bakat, studi dan praktik.
Bakat dapat
dikembangkan dan diperhalus melalui studi, kerja keras penuh disiplin dan
latihan yang dilakukan secara rutin tetapi bakat tidak dapat ditambah
Hakikat seni
peran dalam teater adalah pemain teater harus mampu meyakinkan penonton. Untuk
itu pemain teater harus mampu mengolah kemampuan ekspresi, intelektual, olah
tubuh, suara dan sukma.
Richard Boleslavsky, pemain film dan sutradara teater
memperkenalkan metode Stanislavsky
dalam berakting, mengungkapkan beberapa metode latihan yang dapat dilakukan
oleh pemain teater yaitu
1. Melatih
konsentrasi
Konsentrasi
bertujuan agar actor dapat mengubah diri menjadi orang lain, yaitu menjadi
peran yang dibawakan. Untuk dapat berkonsentrasi, pemain teater harus berlatih
memusatkan perhatian. Latihan konsentrasi dapat dilaksanakan melalui latihan
fisik seperti yoga, latihan intektual atau kebudayaan dengan menghayati music,
puisi, atau seni lukis dan latihan sukma dengan melatih kepekaan dalam
menanggapi segala macam situasi.
2. Mendalami
emosi
Mampu
mendalami emosi adalah cara yang efektif untuk menghayati suasana emosi peran
secara hidup, wajar dan nyata
3. Berlaku
teateris
Bertingkah
laku dan berbicara bukan sebagai diri sendiri tetapi sebagai pemeran. Oleh
sebab itu diperlukan penghayatan terhadap tokoh secara mendalam sehingga dapat
diadakan adaptasi sesuai dengan lakon yang dibawakan.
4. Membangun
watak
Pembangunan
watak didahului dengan menelaah struktur fisik lalu mengidentifikasikannya dan
menghidupkan watak seperti halnya wataknya sendiri.
5. Melakukan
observasi
Untuk memerankan
tokoh pengemis dengan baik perlu diadakan obeservasi terhadap pengemis dengan
ciri fisik, psikis, dan social yang sesuai.
6. Mengatur
irama
Irama
permainan untuk setiap pemain teater diwujudkan dalam panjang pendek, keras
lemah, tinggi rendah dialog serta variasi gerakan, berhubungan dengan timing,
penonjolan adegan, pemberian isi, progress dan pemberian variasi pentas.
Dalam metode Stanislavsky,
para actor diajarkan untuk memanfaatkan “memori afektif” agar dapat secara
wajar menggambarkan emosi seorang watak. Untuk melakukan hal itu, para actor
dituntut memikirkan sebuah momen dalam hidup mereka sendiri ketika mereka
merasakan emosi yang diinginkan, kemudian memainkan kembali emosi tersebut di
dalam peran untuk mencapai penampilan yang lebih sungguh sungguh.
NASKAH LAKON
SENI TEATER MODERN
Naskah
adalah karangan yang berisi cerita atau lakon. Dalam naskah tersebut termuat
nama nama dan lakon lakon dalam cerita, dialog yang diucapkan para tokoh dan
keadaan (set) panggung yang diperlukan. Sebuah pementasan teater/drama pasti
memiliki naskahnya sendiri dengan cerita dan tema yang berbeda beda pula. Tanpa
adanya naskah drama, tidak akan mungkin sebuah pertunjukan teater atau drama
dapat dimainkan.
A. Pengertian Drama
Kata drama berasal dari kata Yunani Kuno yang
berarti ‘bertindak atau berbuat’. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa drama
adalah ‘komposisi syair atau prosa, cerita atau kisah, terutama yang
melibatkan konflik atau emosi yang menggambarkan kehidupan dan watak melalui
tingkah laku (acting) atau dialog yang dipentaskan’.
Drama adalah
salah satu jenis lakon yang berisi kisah kehidupan manusia yang memiliki
konflik rumit dan penuh daya emosi yang sengaja disusun untuk pertunjukan
teater.
Contoh lakon
drama modern : “titik titik hitam” karya Nasjah Djamin, “Domba domba revolusi”
karya B. Sularto, “Boneka Mainan”, “Tiang tiang Masyarakat”
B. Ciri ciri Naskah Drama
Sebuah drama
harus mengandung persoalan persoalan kehidupan yang akan menentukan bobot,
nilai, dan makna dari cerita drama tersebut. Berbagai
persoalan tersebut kemudian diramu oleh penulis dalam bentuk percakapan
percakapan yang nantinya akan diperankan oleh para aktor
Sebuah
naskah drama umumnya hanya berupa dialog atau percakapan percakapan.
Percakapan
dalam naskah drama disebut wawancang.
Jika ada
bagian yang bukan percakapan, bagian itu disebut kramagung atau stage director.
Wawancang
merupakan bagian terpenting dari naskah drama.
Dalam
wawancang terkandung semua perasaan.
Selain
memahami naskah, actor juga harus menciptakan intonasi yang tepat, mengucapkan
diksi dan artikulasi secara jelas. Dengan demikian, emosi atau perasaan yang
terkandung dalam cerita dapat tersampaikan dengan tepat.
C. Elemen Drama
1. Isi Drama
Drama
merupakan sarana bagi pembuatnya untuk menyampaikan pesan moral atau
pandangannya terhadap berbagai hal kepada penonton dan masyarakat.
Tema
dijadikan ide sentral dalam sebuah naskah drama. Tema merupakan sasaran, pesan,
atau pandangan yang ingin disampaikan oleh seorang penulis drama.
Tema dapat
memiliki ide tunggal, tetapi bisa juga lebih dari satu ide.
2. Bentuk Drama
a. Penyajian
Drama Berdasarkan Jenis Bahasa
Bentuk
penyajian dialog dalam drama dapat dibedakan dari jenis bahasa yang digunakan
yaitu, gaya atau susunan kalimat yang dipakai dalam penulisan dialog.
1. Bentuk lirik music
Dalam bentuk
ini, gaya bahasanya mirip dengan gaya bahasa puisi. Bedanya, lirik diikat oleh
bar, yaitu potongan birama dalam setiap baris atau dialognya berbentuk
nyanyian. Pertunjukan yang menampilkan lirik sebagai dialog disebut OPERA atau
pun OPERET. Di Jawa, sejak jaman
kerajaan pertunjukan ini di sebut Langendriyan (Mangkunegaran Surakarta) dan
Langenmandra Wanara (Yogyakarta).
2. Bentuk dialek
Gaya bahasa
yang dipakai dalam penyajian drama diambil atau menggunakan bahasa percakapan
sehari hari yaitu logat daerah tertentu.
3. Bentuk puisi
Gaya bahasa
yang digunakan dalam penyajian drama berupa susunan puisi, baik yang terikat
maupun tidak terikat pada rima. Mayoritas naskah drama Indonesia yang ditulis
kisaran tahun 1940-1950 menggunakan bahasa puisi dalam gaya percakapannya.
b. Penyajian
Drama Berdasarkan Jenis Aliran
Aliran dalam
drama adalah gaya atau bentuk penyajian yang ditentukan oleh kecendrungan sikap
atau pandangan yang tumbuh pada kurun waktu tertentu yang kemudian berkembang
menjadi pola.
1. Klasisme,
Aliran drama
yang memiliki aturan sangat ketat dibandingkan dengan drama yang lain dengan
lakon lima babak.
2. Neoklasisme
Aliran drama
yang memiliki bentuk dengan tiga segi yang mendasar, yakni kebenran, kesusilaan
dan kegaiban. Hal ini menjadi pedoman dari para penganut neoklasik adalah
segenap alam dikuasai oleh satu Tuhan.
3. Romantisme
Aliran drama
yang muncul sekitar abad ke 18. Bentuk drama yang lahir pada abad ini diwarnai
oleh sikap dan pandangan bahwa manusia dapat menemukan berbagai berkat keampuhan
analisis akalnya dan tindakan apapun bentuk nya dapat dituntun oleh sifat
alamnya.
4. Realisme
Aliran drama
yang muncul sekitar abad 19. Bentuk drama yang tubuh pada abad ini sangat
dipengaruhi oleh tata nilai yang dibangun berdasarkan pemikiran kaum
positivism, terutama karena pengaruh buku Charles Darwin (The origin of the
species)
5. Simbolisme atau
neoromantisisme dan impresionisme
Drama yang
umumnya menampilkan tema tema terkait dengan kehidupan bersejarah seseorang
atau beberapa tokoh.
Drama
simbolisme dibuat untuk menampilkan persoalan persoalan yang dianggap samara
tau misterius, tetapi mengandung kenyataan atau kebenaran yang mungkin dapat
dipahami.
6. Ekspresionisme
Aliran dari
abad ke 20 yang menantang keampuhan realism.
7. Epic teater
Bentuk drama
dari sekitar perang dunia II yang dibenahi oleh Bertolt Brecht. Brecht
menganggap teater telah terkulai dalam keadaan lelah sehingga perlu adanya
tenaga yang sanggup mendenyutkannya lagi.
8. Absurdisme
Aliran yang
muncul sekitar tahun 1950 an. Aliran ini muncul karena adanya ketidakpuasan
terhadap aliran aliran sebelumnya. Aliran ini bersifat tidak rasional, tidak
pernah terjadi atau tidak bisa dipikirkan.
Ciri khas
drama absurdisme biasanya menampilkan segala dialog yang melompat lompat dan tidak
ada alur. Kalau pun ada, alur yang ada berputar putar tanpa ada pemecahan
masalah secara tuntas.
c. Penyajian
Drama Berdasarkan Jenis Sajian
Sifat sifat
dramatic sebuah naskah drama menjadi pedoman dalam mengklasifikasikan jenis
sajian drama.
1. Tragedi.
Menurut
Aristoteles, lakon tragedy adalah lakon yang meniru sebuah aksi yang sempurna
dari seorang tokoh besar atau tokoh tokoh yang memiliki pengaruh dalam
masyarakat.
Tujun utama
lakon tragedy adalah membuat penonton merasakan pengalaman emosi melalui
pengidentifikasian diri para tokoh. Selain itu, lakon tragedy juga bertujuan
untuk menguatkan kembali kepercayaan diri sendiri sebagai bagian dari manusia.
2. Komedi
Menurut
Aristoteles, lakon komedi merupakan tiruan dari tingkah laku manusia biasa,
yang merupakan perwujudan keburukan manusia ketika menjalankan kehidupan
sehingga menumbuhkan tertawaan dan cemoohan.
Lakon komedi
adalah lakon yang mengungkapkan kelemahan sifat manusia dengan cara yang lucu.
Dengan cara ini, para penonton diajak untuk dapat lebih menghayati kenyataan
hidupnya.
3. Drama
Lakon serius
yang menggarap satu masalah yang mempunyai arti penting, yang memiliki segala
rangkaian peristiwa yang tampak hidup, mengandung emosi, konflik, daya Tarik
memikat, serta tidak diakhiri dengan kematian tokoh utamanya.
4. Satir
Lakon satir
adalah lakon yang mengemas perlakuan kejam, kelemahan seseorang untuk mengecam,
mengejek bahkan menertawakan suatu keadaan dengan maksud membawa sebuah
kebaikan.
Tujuan drama
satir tidak hanya semata mata sebagai humor biasa, tetapi lebih sebagai sebuah
kritik terhadap seseorang atau kelompok masyarakat dengan cara yang sangat
cerdik.
Lakon satir
hamper sama dengan komedi , tetapi ejekan dan sindiran dalam satir lebih agresif dan terselubung.
5. Melodrama
Pada
mulanya, melodrama merupakan bagian dari sebuah babak dalam opera yang
menggambarkan suasana sedih atau romantic yang diiringi alunan music.
Melodrama
adalah sebuah lakon yang isinya mengupas suka duka kehidupan dengan cara yang
menimbulkan rasa haru kepada penonton.
Melodrama
adalah lakon yang sangat sentimental, dengan tokoh dan cerita yang mendebarkan
hati dan mengharukan perasaan penonton.
3. Kerangka
Drama
Fungsi dari
kerangka dramatic ini adalah sebagai perangkat untuk dapat mengungkapkan
pikiran pengarang dan melibatkan pikiran serta perasaan penonton ke dalam laku
cerita. Aristoteles mengatakan kerangka dramatic merupakan makna lakon.
Kerangka
dramatic mengandung enam elemen yakni, eksposisi,
konflik, komplikasi, klimaks, resolusi dan simpulan.
Gustav Freytag. Freytag (1863) menggambarkan
struktur dramtik yang bergerak mengikuti elemen atau bagian, yaitu exposition, rising action, climax, falling
action dan denouement.
Struktur
Freytag ini dikenal dengan sebutan Piramida
Freytag atau freytag’s Pyramid.
Exposition adalah
penggambaran awal dari sebuah lakon. Bagian ini berisi tentang perkenalan
karakter dan masalah yang akan digulirkan. Penonton diberi informasi tentang
masalah yang dialami atau konflik yang terjadi dalam karakter yang ada dalam
naskah lakon.
Complication
(rising action). Pada bagian ini, mulai timbul kerumitan atau
komplikasi dari jalinan peristiwa yang terjadi. Di sini sudah mulai digambarkan
perilaku karakter yang ingin mengatasi konflik.
Climax adalah
puncak dari laku lakon dan mencapai titik kulminasinya. Pada titik ini, semua
permasalahan akan terurai dan mendapatkan penjelasan melalui laku karakter dan
dialog yang disampaikan oleh para pemeran. Pada tahap ini, penonton diharapkan
akan mengalami katarsis atau proses pembersihan emosi dan pencerahan pada jiwa
penonton.
Reversal
(falling action) adalah penurunan emosi lakon. Penurunan ini tidak saja
berlaku bagi emosi lakon, tetapi juga emosi penonton. Titik ini biasanya
ditandai dengan semakin lambatnya emosi permainan dan volume suara pemeran
lebih bersifat menenangkan. Selain menurunkan emosi lakon dan penonton,
reversal juga berfungsi memberi waktu kepada penonton untuk merenungkan apa
yang telah ditontonnya.
Denouement adalah
penyelesaian dari lakon tersebut. Penyelesaiannya dapat berakhir dengan bahagia
atau menderita.